Program Magang Tak Hapus Pengangguran

8 hours ago 6

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Di atas kertas, program magang nasional tampak menjanjikan, yakni jembatan menuju dunia kerja, wadah belajar profesionalisme, dan langkah awal menata karier bagi lulusan muda. Namun di lapangan, realitasnya tidak seindah brosur promosi pemerintah.

Di Bekasi, magang justru kerap menjelma menjadi ruang abu-abu antara belajar dan bekerja, antara janji dan kenyataan. Setelah enam bulan bekerja, status mereka tak berubah dan angka pengangguran tetap tinggi.

Setiap tahun, ribuan pencari kerja baru memadati bursa kerja di Kota dan Kabupaten Bekasi. Dari lulusan SMA hingga sarjana, semua bersaing memperebutkan peluang yang semakin sempit.

Data akhir 2024 menunjukkan, tingkat pengangguran terbuka di Kota Bekasi mencapai 7,82 persen, sementara di Kabupaten Bekasi lebih tinggi lagi, 8,82 persen. Jika dijumlahkan, ada lebih dari 247 ribu orang yang masih belum memiliki pekerjaan tetap.

Magang, bagi banyak dari mereka, menjadi satu-satunya jalan keluar. Walau statusnya hanya sementara, meski uang sakunya jauh di bawah Upah Minimum Kota (UMK), dan tanpa jaminan diangkat menjadi karyawan tetap, mereka tetap melangkah. “Daripada menganggur,” begitu alasan yang kerap terdengar di antara pencari kerja muda Bekasi.

Namun di balik optimisme itu, serikat buruh melihat sisi gelap yang lebih dalam. Sekretaris Federasi Serikat Buruh Demokrasi Seluruh Indonesia (FSBDSI) Kota dan Kabupaten Bekasi, Purwadi, menyebut banyak perusahaan menjadikan program magang sebagai cara halus untuk menekan biaya operasional.

“Yang terjadi di lapangan, perusahaan-perusahaan nakal mempekerjakan peserta magang seperti pekerja kontrak atau pekerja tetap, tapi tanpa hak yang sama,” ujarnya.

Padahal, secara regulasi, praktik magang sudah diatur jelas dalam Undang-Undang dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker). Porsi kegiatan magang bahkan ditetapkan 75 persen praktik dan 25 persen teori, dengan kuota maksimal 20 persen dari total pekerja perusahaan. Tapi pengawasan yang lemah membuat banyak aturan itu hanya hidup di atas kertas.

Purwadi menilai pemerintah perlu hadir lebih tegas. Ia menekankan pentingnya menyalurkan lulusan magang ke perusahaan-perusahaan yang benar-benar membutuhkan tenaga kerja, bukan sekadar menjadi “tenaga pengganti” sementara.
“Idealnya setelah magang, peserta dapat sertifikat sesuai keahlian dan bisa melamar kerja dengan bekal itu. Tapi jangan sampai setelah magang di bawah pemerintah, mereka malah masuk magang lagi di tempat lain,” katanya.

Fenomena ini membuat istilah “pekerja magang permanen” muncul secara sarkastik di kalangan buruh Bekasi. Purwadi menyebut, selama pemerintah belum memperbaiki sistem pengawasan dan memberikan kepastian karier bagi lulusan magang, maka magang hanya akan menjadi “kotak sementara” yang menampung pengangguran muda.

“Dari tahun ke tahun, jumlah pengangguran tidak berkurang. Artinya, program magang belum menjawab masalah utama, bagaimana menciptakan pekerjaan tetap,” katanya.

Nada yang lebih keras datang dari Koordinator Buruh Bekasi Melawan, Sarino. Ia tak segan menyebut sistem magang yang berjalan sekarang sebagai bentuk perbudakan modern.

“Pemagangan ini sering jadi topeng untuk mempekerjakan orang murah. Pemerintah harus membuat aturan yang detail supaya ada kepastian buat mereka yang baru lulus,” tegasnya.

Sarino menambahkan, usulan mengenai penguatan regulasi magang sebenarnya sudah diajukan dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Ketenagakerjaan di DPR RI. Namun hingga kini, belum ada kejelasan kapan revisi aturan itu akan disahkan.

Situasi paling memprihatinkan, kata Sarino, terlihat di perusahaan yang tidak memiliki serikat pekerja. Di tempat-tempat seperti itu, peserta magang cenderung tak berdaya. Mereka bekerja penuh seperti karyawan biasa, tapi tak memiliki perlindungan jaminan sosial maupun hak cuti.

“Kalau ada serikat buruh, masih ada batasan. Tapi kalau tidak ada, mayoritas pekerja magang dibiarkan tanpa arah. Banyak yang bertahun-tahun magang tanpa pernah diangkat jadi pegawai kontrak,” ujarnya.

Berdasarkan data maganghub.kemnaker.go.id, hingga Oktober 2025 tercatat 55 perusahaan penyelenggara magang di wilayah Bekasi, 34 di Kabupaten Bekasi dan 21 di Kota Bekasi. Mereka menjadi bagian dari gelombang Program Magang Nasional yang digagas Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).

Program ini menjanjikan peserta uang saku setara UMK, jaminan sosial ketenagakerjaan (termasuk Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian), bimbingan mentor, serta sertifikasi keahlian. Gelombang pertama akan berjalan mulai 20 Oktober 2025 hingga 19 April 2026, dengan kuota 20 ribu peserta.

Menteri Ketenagakerjaan Yasierli menargetkan total 100 ribu peserta hingga akhir tahun melalui dua gelombang. Ia menegaskan, pemerintah akan memperluas partisipasi ke berbagai kementerian, lembaga, dan badan daerah agar kesempatan magang lebih merata.

“Batch kedua akan kita perluas ke kementerian dan lembaga. Arahan Presiden, tahun ini diharapkan bisa mencapai 100 ribu peserta,” ujar Yasierli dalam konferensi pers di Jakarta.

Di tingkat daerah, Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Bekasi turut menyebarluaskan informasi program magang nasional. Kepala Bidang Pelatihan Kerja, Helfiana Sudirman, optimistis program ini dapat membuka akses kerja yang lebih luas bagi lulusan baru.

“Kita mendukung program ini dan membantu menyebarkan informasinya agar masyarakat Bekasi tahu dan bisa ikut,” ujarnya. (sur)

Read Entire Article
Tenaga Kerja | | | |