Beranda Satelit Pemotongan PPh Pasal 21 Pimpinan dan Anggota DPRD, Apa dan Bagaimana
Oleh: Wahyu Dewaji (Direktorat Jenderal Pajak)
RADARBEKASI.ID, BEKASI – Sebelum kita membahas mengenai Pemotongan PPh Pasal 21, perlu kita ketahui dasar hukum dari pemotongan tersebut, yaitu:
- UU No.7 Tahun 2021 Harmonisasi Peraturan Perpajakan
- Peraturan Pemerintah No.58 Tahun 2023
- Peraturan Menteri Keuangan No.168 Tahun 2023
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER 5/PJ/2024
Selain dasar hukum diatas, terdapat juga peraturan terkait sebagai berikut:
- Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2024 tentang Aparatur Sipil Negara
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
- Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan administratif Pimpinan dan Anggota DPRD
Sedangkan latar belakang dari sistem pemotongan PPh Pasal 21 yang sekarang adalah, sistem sebelumnya lebih kompleks dan bervariasi, sehingga perlu disederhanakan
Ada beberapa hal yang merupakan prinsip-prinsip dari sistem pemotongan PPh Pasal 21 yang sekarang.
Pertama, penyederhanaan cara penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 melalui penggunaan tabel tarif efektif untuk menghitung kewajiban PPh Pasal 21 masa pajak selain masa pajak terakhir (Januari s.d November).
Kedua, cara penghitungan PPh setahun tetap menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh. Dengan demikian cara penghitungan tarif efektif tidak memberikan tambahan beban pajak baru.
Karena kewajiban PPh Pasal 21 setahun menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPH. Tujuan dari diterapkannya cara penghitungan PPh Pasal 21 yang sekarang adalah bagi Pemotong pajak ( Pemberi Kerja), memberikan kemudahan dan penyederhanaan sehingga meminimalisir kesalahan.
Untuk Penerima Penghasilan (pegawai), menciptakan transparansi atas pemotongan pajak PPh Pasal 21 yang dikenakan kepadanya. Pada akhirnya juga mewujudkan sistem administrasi perpajakan yang handal
Sebagai contoh adanya pemahaman kawan pajak yang masih perlu dijelaskan lebih lanjut adalah sebagai berikut :
Tunjangan komunikasi intensif Pimpinan dan Anggota DPRD, juga tunjangan reses, tunjangan perumahan dan kendaraan dinas.
Sesuai ketentuan yang berlaku tunjangan-tunjangan tersebut merupakan objek Pajak Penghasilan dan tidak ditanggung APBD.
Selain itu adalah pemahaman bahwa Anggota DPRD adalah Pejabat Negara, untuk hal ini perlu dijelaskan bahwa sesuai UU ASN, dinyatakan bahwa Anggota DPRD bukanlah Pejabat Negara.
Isu berikutnya adalah bahwa Kawan Pajak tidak ingin pembayaran pajak yang besar di akhir tahun, tentunya ini bisa diterangkan bahwa sebenarnya jumlah pajak yang dibayarkan setahun adalah sama.
Berikutnya adalah Kawan Pajak merasa bahwa pembayaran pajak akan lebih bayar pada akhir tahun, hal ini sesuai ketentuan yang berlaku akan dikembalikan oleh Pemotong Kerja, bisa dengan cara dikompensasikan ke kewajiban bulan-bulan berikutnya.
Yang berikutnya adalah adanya anggapan Kawan Pajak bahwa tanpa adanya Tarif Efektif maka penerimaan pajak akan lebih cepat tercapai.
Hal ini sebenarnya bisa dijelaskan bahwa pada akhir tahun jumlah pajak yang disetorkan kepada negara adalah semua.
Dengan demikian kami menghimbau Kawan Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai ketentuan yang berlaku, karena manfaatnya akan kembali kepada Kawan Pajak semua, dan terciptanya sistem perpajakan yang lebih komprehensif untuk menuju kepatuhan sukarela para kawan pajak semua.
Dengan kontribusi kawan pajak semua khususnya pembayaran PPh Pasal 21 merupakan kontribusi yang sangat berarti bagi Pembangunan bangsa dan negara. (*)
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan tidak mewakili instansi tempat penulis bekerja.