Sejumlah Pembangunan Apartemen Mangkrak di Kota Bekasi

2 months ago 54

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Di tengah geliat pembangunan Kota Bekasi, sejumlah menara apartemen terbengkalai dalam kesunyian. Rangka beton menjulang tanpa kehidupan, kusam dimakan waktu dan cuaca. Proyek hunian vertikal yang dulu digadang-gadang sebagai simbol kemajuan, kini menjadi bangunan mangkrak yang memicu keprihatinan.

Salah satu yang paling mencolok adalah Apartemen Urban Sky di kawasan Cikunir. Sebuah papan reklame besar masih terpajang, menampilkan ilustrasi bangunan mewah lengkap dengan taman dan kolam renang. Namun kenyataannya, hanya ada satu bangunan setengah jadi dan lahan kosong yang kini berubah menjadi kolam air hujan. Tidak ada aktivitas konstruksi, tidak ada pekerja, hanya kesunyian yang mendominasi.

Tak jauh dari sana, Apartemen Grand Cut Mutia mengalami nasib serupa. Proyek yang rencananya membangun 2.700 unit itu tak kunjung dilanjutkan sejak beberapa tahun terakhir.

Pada 2017, namanya diubah menjadi Pesona City Bekasi, seiring masuknya dua perusahaan baru yang berencana melanjutkan pembangunan. Namun, lantai-lantai tanpa jendela, besi-besi tulangan berkarat, dan semak belukar yang mulai tumbuh liar memperlihatkan bahwa proyek ini masih mandek.

Meski tidak menunjukkan ada pekerjaan pembangunan, kawasan apartemen dijaga oleh petugas keamanan.

“Kalau kelanjutannya memang kita belum tahu,” kata salah satu petugas keamanan yang berjaga di lokasi.

Proyek hunian vertikal berikutnya yang kini belum menunjukkan tanda-tanda progres pembangunan berada di dekat simpul transportasi massal, tepatnya stasiun LRT Jabodebek. Meski letaknya dinilai strategis dan memiliki potensi permintaan yang tinggi, pembangunan apartemen justru mandek.

Dari Jalan Caman Raya, bangunan apartemen The Conexio nampak sudah menjulang tinggi. Apartemen ini mulai ditawarkan akhir 2017 lalu, selain berada dekat dengan stasiun LRT Cikunir, apartemen ini juga dekat dengan pintu tol Jatibening.

Bangunan apartemen ini juga dijaga oleh pegawai dari perusahaan pengembang. Pegawai di lokasi menyebut bahwa pekerjaan pembangunan terhenti sejak pandemi Covid 19, hingga saya ini belum ada pekerjaan lanjutan.

“Sejak pandemi belum ada kelanjutan,” kata salah satu pegawai yang dijumpai di lokasi.

Peneliti dan pengamat kebijakan publik dari Institute Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP), Riko Noviantoro, menilai mangkraknya pembangunan hunian vertikal ini disebabkan oleh kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih. Hal ini berdampak pada kemampuan perusahaan atau investor dalam membiayai proyek.

“Jadi kalau misalkan pembangunan itu terhambat, lebih kepada faktor-faktor tadi, situasi ekonomi ini belum baik sekali. Sehingga daya beli masyarakat untuk rumah-rumah vertikal itu tidak sesuai,” ungkapnya.

Sementara itu, pemerintah tidak bisa mengintervensi kelanjutan pembangunan apartemen yang mangkrak tersebut sekalipun dinilai menganggu estetika kota. Selain masalah pembiayaan yang bersifat privat, pemerintah tidak bisa serta merta merta mencabut izin pembangunan, bahkan memberikan surat peringatan.

“Apakah pemerintah bisa memberikan surat peringatan?, Aku pikir juga tidak ada ruang untuk memberikan peringatan. Kecuali, bangunan-bangunan yang sudah dalam kondisi dalam pengawasan seperti menara Saidah, itu pun bukan berarti dicabut izinnya, hanya saja dalam pengawasan,” paparnya.

Bangunan-bangunan yang sudah dimulai pekerjaannya dipastikan telah memiliki izin. Jika dalam perjalananya mengalami hambatan, baik finansial maupun lain-lainnya, Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) sebagai perangkat daerah yang menerbitkan izin tidak bisa ikut campur.

Pasalnya, tanah dan bangunan tersebut bukan milik pemerintah, melainkan milik investor atau perusahaan. Ia memastikan izin diterbitkan setelah investor atau perusahaan telah melengkapi seluruh dokumen persyaratan, serta telah memastikan area yang akan dibangun sesuai dengan aturan mengenai tata ruang.

“Dari kacamata DPMPTSP, izin-izin dikelurkan berdasarkan rekomendasi teknis dari dinas tata ruang,” ungkap Kepala DPMPTSP Kota Bekasi, Dicky Irawan.

Pemerintah tidak bisa mencabut izin pendirian bangunan tanpa dasar. Sekalipun bisa dilakukan pencabutan izin kata Dicky, tidak akan merubah kondisi bangunan yang dinilai mangkrak tersebut. “Dalam konteks mangkrak, dicabut pun tidak menyelesaikan mangkraknya,” tambahnya.

Sementara itu, Anggota Komisi II DPRD Kota Bekasi, Adhika Dirgantara menyampaikan bahwa bangunan mangkrak ini merupakan isu yang harus dipecahkan. Pasalnya, keberadaan bangunan-bangunan tersebut mengganggu estetika kota.

Menurutnya, perlu dilakukan kajian mendalam untuk mencari jalan keluar dari mangkraknya bangunan-bangunan yang dibangun oleh swasta. Langkah yang mungkin bisa dilakukan oleh pemerintah adalah membangun komunikasi dengan investor atau perusahaan agar kembali melanjutkan pembangunan gedung hingga selesai.

“Kalau sekarang posisinya sudah mangkrak, itu harus ada tindakan. Harus ada peringatan untuk kemudian bisa melanjutkan sesuai studi kelayakan awal dan sesuai rencana tata ruang,” ungkapnya. (sur)

Read Entire Article
Tenaga Kerja | | | |