RADARBEKASI.ID, BEKASI – Kenaikan harga bahan pokok kembali menekan pedagang pasar tradisional di Kota Bekasi.
Harga cabai merah keriting dan cabai rawit di Pasar Baru Bekasi Timur kini menembus Rp70 ribu per kilogram, menjadi yang tertinggi sepanjang tahun.
Pedagang sayur Hasanudin (45) mengaku, lonjakan harga kali ini merupakan yang paling parah selama lebih dari sepuluh tahun ia berjualan di pasar tersebut.
BACA JUGA: Harga Ayam dan Cabai Meroket di Kota Bekasi
“Rp70 ribu ini harga paling mahal yang pernah saya jual. Kalau harga normal, masih bisa balik modal. Tapi sekarang paling dapat Rp1,5 juta per hari, itu pun jauh dari modal,” ujar Hasanudin, Rabu (8/10).
Ia menuturkan, pendapatannya terus menurun akibat pembeli yang sepi dan biaya kulakan yang terus naik.
“Pelanggan juga banyak ngeluh, maunya harga lama, padahal dari gudang udah naik. Kami juga bingung mau turunin gimana, soalnya modalnya aja udah tinggi,” keluhnya.
Kenaikan harga juga dirasakan pedagang telur, Niko (25), yang menyebut harga telur ayam kini mencapai Rp30 ribu per kilogram, dari sebelumnya Rp24 ribu.
“Sekarang Rp30 ribu untuk telur biasa, dan Rp32 ribu untuk jenis omega. Tapi bisa naik lagi besok,” kata Niko.
Sementara itu, Deni Bewok (54), pedagang nasi warteg di kawasan Bekasi Timur, mengaku kenaikan harga bahan pokok membuat usaha kecil makin sulit bertahan.
“Sekarang cabai, telur, sama minyak naik semua. Kalau harga naik terus, ya kami pedagang kecil yang paling pusing. Mau naikin harga nasi, takut pelanggan kabur,” keluh Deni.
Deni mengaku masih terbantu karena menanam cabai sendiri di rumah, namun bahan lain seperti telur, beras, dan minyak tetap memberatkan.
“Kalau cabai saya masih aman, nanem sendiri. Tapi harga sembako lain tinggi semua. Susah kalau terus kayak gini,” ujarnya.
Para pedagang berharap pemerintah turun tangan agar harga bisa stabil dan pembeli kembali ramai.
“Kami cuma minta harga bisa stabil, biar pasar rame lagi,” pungkas Hasan.
Menanggapi lonjakan harga pangan di pasar tradisional, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Bekasi, Ika Indah Yarti, memastikan bahwa kenaikan harga bukan disebabkan oleh program Makanan Bergizi Gratis (MBG), melainkan akibat faktor nasional seperti cuaca ekstrem, distribusi logistik, dan kebijakan transportasi.
“Ini semata-mata bukan karena program MBG. Daerah Kota Bekasi bukan daerah produksi, jadi apa yang menjadi kebijakan pusat, kami juga harus mensupport. Namun kami juga tetap punya peran penyeimbang di daerah,” ujar Ika di Pemkot Bekasi, Rabu (8/10).
Ika menjelaskan, pihaknya terus melakukan pemantauan terhadap harga bahan pokok di pasar-pasar tradisional.
“Kami terus melakukan monitoring terhadap kenaikan harga. Saya ingin masyarakat bisa merasakan kestabilan harga. Mudah-mudahan situasi ini tidak berlangsung lama,” ujarnya.
Disperindag, lanjutnya, telah berkoordinasi dengan pemerintah pusat untuk menjaga pasokan pangan ke Kota Bekasi.
“Sekarang dari sisi transportasi juga ada aturan baru, seperti larangan overload. Biasanya truk bisa bawa barang bertumpuk, sekarang tidak boleh. Jadi memang ada banyak faktor yang memengaruhi harga,” jelasnya.
Meski demikian, Ika menegaskan belum ada laporan resmi terkait adanya Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang berbelanja langsung di pasar tradisional untuk kebutuhan MBG.
“SPPG itu tidak melaporkan ke satu dinas tertentu. Kami ini tim lintas OPD. Kalau soal harga dan ketersediaan barang memang di kami, tapi pelaksanaan MBG ada dinas lain,” tuturnya.
Sebagai langkah konkret, Disperindag membuka peluang bagi pemasok bahan pangan dari berbagai daerah agar bisa masuk dan menyuplai pasar di Bekasi tanpa batasan waktu.
“Kami terus membuka peluang untuk pemasok dari luar agar bisa masuk ke Kota Bekasi. Harapan saya, ke depan Bekasi juga bisa jadi daerah produksi bahan pangan,” pungkasnya. (rez)