RADARBEKASI.ID, BEKASI – Suasana Konferensi Cabang (Konfercab) ke-3 Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI) Kota Bekasi mendadak ricuh saat kegiatan berlangsung di Hotel Merapi Merbabu, Rawalumbu, Sabtu (11/10).
Acara yang semula berjalan khidmat itu tiba-tiba diwarnai ketegangan ketika sekelompok massa yang mengaku sebagai kader aktif GMNI datang dan memaksa masuk ke lokasi konferensi.
Berdasarkan pantauan di lapangan, puluhan orang mendobrak pintu utama hotel sambil meneriakkan kekecewaan karena merasa tidak dilibatkan dalam pelaksanaan Konfercab. Mereka menilai agenda organisasi tersebut tidak transparan dan menutup ruang partisipasi.
Situasi memanas saat massa berusaha menerobos barisan panitia dan petugas keamanan. Aksi saling dorong pun tak terelakkan, bahkan berujung pada adu pukul antara beberapa orang dari kedua kubu.
Sejumlah peserta mencoba menenangkan keadaan, namun suasana semakin kacau ketika gelas dan piring beterbangan di tengah kerumunan.
Melihat situasi tak terkendali, petugas keamanan segera mengevakuasi Wali Kota Bekasi Tri Adhianto, yang saat itu tengah berpidato di podium, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Rangkaian acara pun sempat dihentikan sementara.
Kericuhan itu diduga dipicu oleh ketidakpuasan sebagian kader aktif GMNI terhadap panitia pelaksana. Mereka menuding adanya proses internal yang tidak demokratis dan menuntut agar konferensi ditunda hingga tercapai kesepakatan bersama.
Meski sempat diwarnai insiden, sebelum suasana memanas Wali Kota Bekasi Tri Adhianto sempat menyampaikan pesan kuat kepada para alumni GMNI yang hadir.
Dalam sambutannya, Tri mengajak seluruh alumni untuk terus berkontribusi bagi kemajuan Kota Bekasi dan menjaga api perjuangan Bung Karno.
“Kita semua sebagai kader Bung Karno memiliki tugas melanjutkan cita-citanya. Konfercab ini bukan sekadar acara organisasi, tapi ruang menegaskan arah perjuangan: mau dibawa ke mana semangat marhaenisme di Kota Bekasi hari ini,” ujar Tri.
Ia menyoroti sejumlah tantangan yang dihadapi kota metropolitan ini, mulai dari pengangguran, kemiskinan, hingga ketimpangan sosial. Menurutnya, alumni GMNI harus hadir sebagai bagian dari solusi melalui gagasan dan aksi nyata.
“Tantangan ke depan tidak sederhana. Ada pengangguran, ada ketimpangan sosial, dan ada krisis lingkungan. Semua itu butuh kerja bersama, bukan sekadar wacana,” tegasnya.
Tri juga menegaskan bahwa pembangunan Kota Bekasi tidak hanya soal infrastruktur, tetapi juga tentang manusia dan martabatnya.
“Membangun kota bukan hanya membangun beton dan jalan, tapi memanusiakan manusia. Pembangunan yang hanya mengejar angka tapi melupakan manusia adalah pembangunan yang kehilangan makna,” ucapnya.
Ia menutup sambutan dengan ajakan untuk menjaga nilai kemanusiaan dalam setiap langkah pembangunan.
“Keren bukan berarti mewah, tapi berkarakter dan berkeadilan. Keren, kreatif, energik, responsif, empati, dan nasional — itulah semangat marhaenisme yang harus kita hidupkan,” kata Tri.
Di tengah dinamika yang terjadi, Konfercab ke-III tersebut akhirnya berhasil menetapkan Heri Purnomo kembali sebagai Ketua Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI) Kota Bekasi periode 2025–2028.
Proses pemilihan berlangsung secara aklamasi setelah seluruh peserta sepakat menunjuk Heri, yang akrab disapa Herpur, untuk kembali memimpin organisasi.
Dalam sambutannya usai terpilih, Heri menegaskan komitmennya untuk memperkuat peran alumni dalam mendukung pembangunan daerah.
“Forum Konfercab ini menjadi momentum bagi kita untuk bekerja lebih keras mengurus organisasi. Banyak hal yang masih dapat kita kontribusikan, mulai dari pemberian masukan hingga kajian dan gagasan konstruktif bagi Pemerintah Kota Bekasi,” ujarnya.
Tak hanya berfokus pada sinergi dengan pemerintah lokal, Heri juga menekankan pentingnya regenerasi dan komunikasi antar generasi.
“Kami akan berupaya lebih interaktif dalam berkomunikasi agar kegiatan dan kaderisasi GMNI dapat berjalan secara berkesinambungan dengan para mahasiswa aktif,” tegasnya.
Rencana strategis lainnya, kata Heri, adalah memperluas jejaring dengan berbagai komunitas dan alumni organisasi mahasiswa lain di Kota Bekasi.
Tujuannya untuk merumuskan solusi kolektif atas beragam persoalan masyarakat, mulai dari isu sosial, pendidikan, hingga pemberdayaan ekonomi rakyat.
Menanggapi kericuhan yang terjadi di awal acara, Heri menilai hal tersebut hanyalah dinamika organisasi yang wajar.
“Menurut saya ini dinamika biasa. Mereka adik-adik kita semua, mungkin hanya miskomunikasi. Kami siap membuka ruang dialog, karena kita semua keluarga besar GMNI,” ujarnya.
Ia juga membantah tudingan bahwa panitia menutup partisipasi sejumlah pihak.
“Saya selalu bilang undang semua. Semakin banyak yang hadir justru semakin bergairah. Kalau ada yang belum datang, mungkin karena komunikasi saja yang kurang nyambung,” tambahnya.
Heri menegaskan, setelah insiden tersebut, pihaknya akan menunggu arahan dari DPD dan DPP Persatuan Alumni GMNI Jakarta Raya mengenai kelanjutan acara.
“Kami ingin menyelesaikan secara baik-baik. Yang penting tetap menjunjung musyawarah dan menjaga semangat kekeluargaan,” tutupnya. (rez)