
RADARBEKASI.ID, BEKASI – Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP) Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi berpotensi dipotong.
Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Bekasi, Ridwan Arifin. Pria yang akrab disapa Iwang ini menjelaskan bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) sudah masuk tahap pembahasan.
Menurut Iwang, program-program yang terangkum dalam RPJMD tentunya harus diikuti dengan pembiayaan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Namun, adanya potensi kehilangan pendapatan sebesar Rp1 triliun jika dihapusnya tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), serta realisasi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang masih sulit, membuat potensi pendapatan daerah stagnan. Saat ini, pendapatan daerah hanya dapat dioptimalkan sekitar Rp4,1 triliun.
“Kalau situasi ini dibiarkan, ditambah pengurangan transfer kas daerah, APBD 2026 bisa anjlok dari Rp8,4 triliun menjadi Rp7 triliun. Ini bukan lagi ancaman kecil, tapi krisis keuangan daerah,” ujarnya.
Politikus Partai Gerindra ini juga menanggapi kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang mengimbau kepala daerah untuk menghapus tunggakan PBB-P2. Menurut Ridwan, kebijakan tersebut kontradiktif.
“Di daerah lain PBB justru dinaikkan 100 sampai 200 persen, termasuk Bekasi yang sempat naik 100 persen. Tapi dihapusnya denda PBB malah mengurangi PAD kita,” kata Ridwan.
Ia menegaskan, pemerintah daerah tidak bisa lagi hanya mengandalkan PBB-P2. Sektor lain seperti pajak restoran, catering, hingga izin tenaga kerja asing (IMTA) harus digarap lebih serius. Selain itu, Ridwan mendesak pemerintah pusat untuk menyiapkan kompensasi, baik melalui Dana Alokasi Umum (DAU) maupun dana bagi hasil.
“Kalau tidak ada langkah konkret, APBD kita bisa kolaps. Oleh karena itu, dalam pembahasan nanti, jika tidak ada optimalisasi pendapatan daerah, opsi terakhir adalah pemotongan TPP ASN sebesar 30-50 persen,” kata Iwang.
“Kalau tidak ada langkah konkret, APBD kita bisa kolaps. Makanya dalam pembahasan apabila tidak dapat optimalisasi dalam mencari potensi pendapatan daerah. Opsi terakhirnya TPP ASN potensi dipotong kisaran 30-50 persen,” kata Iwang.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa belanja pegawai sudah membebani APBD sebesar 37 persen, sementara pada 2027, belanja pegawai harus ditekan menjadi 30 persen dari total APBD.
Untuk memaksimalkan perencanaan pembangunan daerah, keuangan, serta pendapatan daerah, Komisi I berencana melakukan rapat dengar pendapat dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait.
“Kami harus tegas terhadap OPD. RPJMD yang sudah tersusun membutuhkan pembiayaan besar. Jika potensi pendapatan tidak dimaksimalkan, bagaimana program yang sudah tersusun baik bisa berjalan dengan keterbatasan keuangan daerah?,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Bekasi, Hudaya, menegaskan belum ada rencana pemotongan TPP karena keterbatasan keuangan daerah.
“Belum ada perencanaan ke arah pemotongan TPP,” ujar Hudaya saat dihubungi.
Informasi yang dihimpun Radar Bekasi menyebutkan bahwa anggaran TPP bagi ASN di Kabupaten Bekasi mencapai sekitar Rp60 miliar per bulan. Anggaran ini belum termasuk TPP bagi PPPK yang baru dilantik sebanyak 9 ribu orang. (and)