Beranda Berita Utama Program Makan Bergizi Gratis di Kota Bekasi Aman, tapi Orangtua Was-was

RADARBEKASI.ID, BEKASI– Di banyak sudut Kota Bekasi, wajah orangtua (ortu) siswa memendam keresahan yang sulit disembunyikan. Bukan tanpa alasan.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan pemerintah pusat memang dimaksudkan untuk menjamin pemenuhan gizi anak-anak sekolah.
Namun, maraknya kasus keracunan massal di berbagai daerah membuat sebagian besar orangtua di Kota Bekasi diliputi rasa waswas, jangan-jangan giliran anak mereka yang akan menjadi korban berikutnya.
Data dari Dinas Pendidikan Kota Bekasi mencatat hingga pertengahan September 2025, sebanyak 33.216 siswa mulai dari TK/PAUD hingga SMA sudah menerima jatah MBG. Angka ini hanya sebagian kecil dari total lebih dari 440 ribu siswa yang menjadi target penerima di seluruh Kota Bekasi.
Sejauh ini, Wali Kota Bekasi Tri Adhianto memastikan belum ada laporan kasus keracunan di wilayahnya.
“Masih aman, yang ada hanya keluhan soal mutu makanan terkait pemenuhan gizi,” ujar Tri, Selasa (23/9).
Meski demikian, “aman” bukan berarti tanpa catatan. Di media sosial, keluhan siswa dan orangtua kerap bermunculan. Mulai dari menu yang kurang variatif, rasa makanan yang hambar, hingga kejenuhan anak-anak yang merasa dipaksa mengonsumsi hidangan yang sama berulang kali.
“Menu yang kurang variatif, kemudian dari sisi rasa, sehingga anak-anak timbul kejenuhan. Relatif itu yang disampaikan,” tambah Tri.
Saat ini, terdapat 26 dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang melayani distribusi MBG di Kota Bekasi. Jumlah itu masih jauh dari cukup untuk menjangkau seluruh siswa, apalagi bila dibandingkan dengan kebutuhan ratusan ribu penerima.
Pemkot berjanji akan menambah jumlah dapur sekaligus memperketat pengawasan dari aspek kebersihan dan kualitas makanan.
Namun, orangtua tetap saja merasa khawatir. Bagaimana tidak, menurut data Badan Gizi Nasional, Kemenkes, dan BPOM, sudah lebih dari 5 ribu siswa di Indonesia menjadi korban keracunan MBG. Sementara catatan JPPI bahkan lebih tinggi, yakni 6.452 siswa per 21 September.
Kasus paling banyak terjadi di Jawa Barat, termasuk ratusan siswa di Kabupaten Bandung Barat yang tumbang setelah menyantap menu ayam kecap dari dapur MBG.
“Kalau di Bekasi memang belum ada kasus, tapi kami jadi takut. Apalagi anak saya sering cerita makanannya kurang enak. Jangan sampai Bekasi terlambat belajar dari kasus Bandung Barat,” kata Dini, orangtua siswa kelas V, di salah satu SD di Kecamatan Bekasi Selatan.
Sementara, Pengamat kebijakan publik dari IDP-LP, Riko Noviantoro, menegaskan program MBG tidak bisa dijalankan setengah hati. Presiden, kata dia, harus turun langsung memastikan implementasi di lapangan berjalan baik.
“Presiden tidak perlu merasa malu jika perlu dilakukan evaluasi. Janji kampanye tetap harus dijaga, tapi keselamatan anak-anak jauh lebih penting,” ucapnya.
Keresahan orangtua siswa di Bekasi adalah gambaran nyata dilema yang dihadapi program MBG, niat mulia memberi gizi justru bisa berubah petaka jika pengawasan longgar.
Di tengah maraknya kasus keracunan, Bekasi boleh merasa “masih aman”, tetapi tanpa evaluasi menyeluruh, keamanan itu bisa sewaktu-waktu runtuh.
Kini, orangtua hanya bisa berharap suara waswas mereka didengar sebelum ada korban pertama di Bekasi. Karena bagi mereka, satu anak keracunan saja sudah terlalu banyak.(sur)