Beranda Berita Utama Penanganan ABH Kasus Perundungan Pelajar SMKN di Cikarang Barat Harus Diupayakan Diversi

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Aris Adi Leksono, menegaskan bahwa keadilan restoratif harus diterapkan dalam penanganan anak yang diduga melakukan tindak pidana.
“Mengacu pada UU Sistem Peradilan Pidana Anak, pendekatan restorative justice harus menjadi acuan dalam penanganan anak berkonflik hukum, dengan teknis diversi pada setiap tahapan proses hukum,” tegas Aris kepada Radar Bekasi, Minggu malam (21/9).
Hal itu dikatakan Aris saat ditanya soal keharusan diversi dalam penanganan empat anak berkonflik dengan hukum (ABH), tidak termasuk satu tersangka dalam kasus dugaan bullying atau perundungan yang dialami AAI (16), pelajar kelas 10 SMKN di Cikarang Barat. Insiden tersebut menyebabkan rahang kiri korban mengalami patah setelah diduga dipukuli kakak kelasnya yang kini ditetapkan sebagai ABH.
Dalam UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), dijelaskan bahwa diversi merupakan pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke luar peradilan pidana.
Menurut Aris, mekanisme diversi dilakukan dengan mempertemukan korban maupun anak berkonflik dengan hukum bersama orangtua masing-masing disertai pendampingan perangkat SPPA. Diversi hanya dapat dilakukan jika ABH terancam pidana penjara di bawah tujuh tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana.
“Menghadirkan anak (terduga pelaku dan korban) bersama orangtua, dengan pendampingan dari perangkat SPPA (Psikolog, Peksos, dan Bapas), dengan teknis musyawarah untuk menghadirkan keadilan bagi korban, hingga pulih, dan ada efek jera bagi pelaku,” tegasnya. (oke)