Beranda Nasional Akhiri Polemik, Wali Kota Prabumulih Pilih Rekonsiliasi Demi Jaga Stabilitas

RADARBEKASI.ID, PRABUMULIH – Di tengah sorotan publik dan memanasnya polemik pencopotan Kepala SMPN 1 Prabumulih, Wali Kota Prabumulih, Arlan memilih langkah berbeda.
Ia merendahkan hati, mengulurkan tangan, dan meminta maaf. Tindakan tersebut bukan sekadar penyelesaian konflik personal, melainkan strategi menjaga stabilitas kota sebagai fondasi utama pembangunan.
Kontroversi yang awalnya bermula dari keputusan administratif, cepat meluas menjadi perdebatan publik. Media menyorot, masyarakat terbelah, dan suhu politik kota ikut memanas. Dalam situasi itu, Arlan mengambil jalan rekonsiliasi dengan menurunkan ego dan mengedepankan dialog.
Permintaan maaf yang disampaikannya pada 18 September 2025 menjadi momen penting. “Kesalahan ini saya jadikan pelajaran untuk lebih bijak,” ujarnya. Pernyataan itu bukan sekadar klarifikasi, melainkan sinyal perubahan arah: dari polemik menuju rekonsiliasi.
Kembalinya Roni Ardiansyah ke kursi Kepala SMPN 1 sejak 17 September 2025 semakin memperkuat sinyal perubahan. Publik melihat ruang baru untuk merajut kepercayaan. Rekonsiliasi ini menunjukkan bahwa kepemimpinan bukan hanya soal mengambil keputusan, tetapi juga soal keberanian untuk merangkul.
Tidak ada pembangunan tanpa stabilitas sosial. Pesan inilah yang ingin ditegaskan Arlan. Ia sadar, kegaduhan hanya akan menguras energi dan mengganggu fokus pembangunan
“Kita harus kembali ke tujuan utama: pembangunan untuk kesejahteraan warga. Prabumulih butuh suasana kondusif,” katanya.
Tanpa suasana yang tenang, program-program ini akan mudah terhambat. Karena itu, rekonsiliasi bukan hanya keputusan politis, tetapi langkah strategis demi kelanjutan pembangunan.
Dalam teori kepemimpinan, legitimasi bukan hanya berasal dari jabatan, tetapi juga dari kepercayaan publik. Polemik SMPN 1 sempat mengikis modal itu. Namun, keberanian Arlan untuk meminta maaf secara terbuka justru memulihkan sebagian besar kepercayaan masyarakat.
Sejumlah tokoh di Prabumulih menilai, langkah Arlan sebagai “gestur kepemimpinan yang langka.” Tidak banyak pejabat yang mau mengakui kesalahan di ruang publik. Dengan demikian, kepercayaan publik yang sempat goyah berpotensi kembali menguat.
Kepercayaan ini akan menjadi modal sosial yang sangat berharga. Warga lebih mudah diajak bekerja sama, program lebih cepat diterima, dan kritik bisa ditransformasikan menjadi masukan konstruktif.
Rekonsiliasi di Dunia Pendidikan
Kasus ini berawal dari dunia pendidikan, dan menariknya, rekonsiliasi juga memberi pesan kuat di sektor tersebut. Dengan mengembalikan Roni ke jabatannya, Arlan menunjukkan bahwa pendidikan bukan tempat untuk konflik berlarut-larut.
Pesan ini penting karena dunia pendidikan berperan vital dalam membentuk generasi mendatang. Stabilitas di sekolah berarti stabilitas di masyarakat. Rekonsiliasi tidak hanya menyembuhkan hubungan personal, tetapi juga menjaga agar proses belajar mengajar tetap berjalan optimal.
Pengabdian Tidak Boleh Terhenti
Dalam pernyataannya, Arlan kerap menyebut kata “pengabdian.” Rekonsiliasi membuat kata itu mendapat makna nyata. Baginya, menjadi wali kota bukan sekadar urusan administratif, tetapi jalan untuk melayani warga.
“Kesalahan bisa terjadi, tapi yang penting adalah bagaimana kita memperbaikinya dan tetap fokus pada masyarakat,” ujarnya.
Pernyataan ini menegaskan bahwa pengabdian bukan hanya jargon, melainkan sikap hidup. Rekonsiliasi menjadi bukti nyata bahwa ia siap melanjutkan pengabdian meski sempat tersandung persoalan. (*)