Beranda Politik Serius Bentuk Pansus PAD, Fraksi Gerindra DPRD Ajak Bongkar "Ruang Gelap"

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Fraksi Partai Gerindra DPRD Kabupaten Bekasi terus menunjukkan keseriusannya untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) terkait Pendapatan Asli Daerah (PAD). Mereka bahkan mengajak seluruh fraksi di DPRD bergabung untuk membongkar “ruang gelap” yang menghambat peningkatan PAD di Kabupaten Bekasi.
Anggota Fraksi Gerindra DPRD Kabupaten Bekasi, Ridwan Arifin, mencontohkan “ruang gelap” PAD bisa berasal dari pemasukan pajak pertambangan, galian C yang terdaftar, hingga tenaga kerja asing.
“Ini menjadi ruang-ruang gelap dan Pansus PAD yang akan menjadi penerang atau pembuka ruang gelap tadi. Ini loh yang jadi semangat bahwa Pansus ini (PAD) menjadi penting. Kita bukan karena dengki, tapi untuk perbaikan Kabupaten Bekasi. Kalau dengki ngapain si kita bikin-bikin Pansus, ngajak-ngajak yang lain. Hajar saja pakai sisi fraksi,” ungkapnya, Senin (29/9).
Pria yang akrab disapa Iwang itu menilai, pembentukan Pansus memungkinkan DPRD menyerap konsep dan pandangan masing-masing fraksi. Pansus PAD juga bersifat imperatif, artinya legislatif bisa memaksa eksekutif melaksanakan hasil rekomendasi Pansus.
“Misalkan pembahasan ini dibahas di komisi, kaidah imperatifnya nggak ada, memaksanya nggak ada. Tapi kalau rekomendasi ini muncul dari hasil Pansus, ada kaidah imperatif kepada eksekutif untuk segera melaksanakan, cara berpikirnya di situ,” tambah Iwang.
Iwang menampik anggapan bahwa pembentukan Pansus sulit atau memakan waktu lama serta membutuhkan anggaran besar.
“Hari ini kita sedang bahas ABT dan sudah kami usulkan untuk dimasukkan jadwal Pansusnya. Soal kelemahan waktu, sekarang baru Oktober, November kita masih bisa melakukan itu, pembahasannya di November. Kemudian Januari bisa kita lanjutkan untuk sekadar membuat kesimpulan. Jadi soal waktu dan teknis enggak ada masalah,” ucapnya.
Selama ini, Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Bekasi itu menilai sumber PAD hanya terfokus pada dinas penghasil. Padahal, Kabupaten Bekasi juga memperoleh pendapatan dari BUMD, BPR, Bank Jabar, dan organisasi perangkat daerah lain yang memiliki potensi PAD.
“Ketika ini tidak dibungkus dalam Pansus, dan kaidah imperatifnya tidak ada, maka dianggap santai (tidak serius). Ini Pansus non Raperda, cuma menghasilkan rekomendasi, tapi tingkat memaksanya lebih tinggi dari komisi, karena bicara lembaga yang menghasilkan. Jadi lembaga DPRD, bukan komisinya,” jelasnya.
Iwang ingin mengetahui secara gamblang rancangan keuangan dan pendapatan dari semua dinas teknis atau badan yang memiliki potensi PAD, tidak hanya yang rutin.
Bendahara DPC Partai Gerindra Kabupaten Bekasi memberikan contoh, ketika pegawai di Samsat libur hingga 80 persen, pembayaran pajak tetap berjalan. Begitu pula saat pegawai Bapenda libur sampai 90 persen, hal ini tidak berpengaruh signifikan terhadap pembayaran pajak. Pasalnya, masyarakat masih bisa membayar pajak di tempat lain, misalnya PBB di Bank Jabar (BJB).
“Kalau retribusi, pajak, atau PAD yang sifatnya ditunggu, itu bukan prestasi, itu mah karena orang juga butuh. Misalnya orang mau jual rumah, harus bayar PBB atau SKPT. Itu mah memang wajib masuk intensifikasi yang memang tidak perlu ditagih, tidak perlu dicari. Semua pada fokus ke intensifikasi, tapi ekstensifikasinya yang kita harus keluar, kita harus nagih,” tuturnya.
“Pansus ini mendorong supaya dinas penghasil itu keluar mencari potensi-potensi. Jika potensi sudah ada kejar, hari ini mencari sumber-sumber PAD baru, yang lagi-lagi tidak memberatkan masyarakat. Ini pemetaannya pun belum dilakukan sampai sekarang,” sambungnya. (adv/pra)