Beranda Politik Peneliti: Demo Buruh Bisa jadi Pemantik Ketegangan Hubungan Bupati-Wabup Bekasi

RADARBEKASI.ID, BEKASI — Peneliti Kebijakan Publik IDP-LP, Riko Noviantoro, menyoroti demo Aliansi Buruh Bekasi yang menuntut kebijakan Bupati Bekasi, Ade Kuswara Kunang, yang dianggap tidak berpihak pada para pekerja. Demo yang berlangsung belum lama itu, kata Riko, bisa menjadi pemantik ketegangan hubungan antara Bupati Bekasi, Ade Kuswara Kunang, dan Wakil Bupati Bekasi, Asep Surya Atmaja.
“Aksi buruh yang menuding kepada satu kepala daerahnya saja, tentu itu bisa memantik ketegangan antara kepala daerah dan wakil kepala daerah karena merasa di pojokan. Padahal itu keputusan bersama sebagai kepala daerah (Bupati dan Wabup),” ujar Riko, Senin (29/9).
Riko menilai aliansi buruh sebaiknya dapat melakukan dialog secara baik-baik tanpa harus turun ke jalan. Terlebih, Wabup Asep sebagai kader Partai Buruh seharusnya menjadi jembatan komunikasi antara buruh dan Bupati.
“Harapan saya sebetulnya partai pengusung itu bisa melakukan dialog yang lebih sehat. Tidak perlu melakukan aksi di jalanan karena bisa memantik ketegangan antara kepala daerah atau partai pengusungnya,” ucapnya.
Riko menyarankan agar bupati memberikan klarifikasi apakah tuntutan buruh sudah terpenuhi atau belum. Ia menekankan potensi bahaya jika ketegangan ini dibiarkan
“Bisa bahaya itu kalau dibiarkan. Bisa ada aksi penggulingan kepala daerah, dan wakilnya bisa naik nanti,” ujarnya.
Dikatakan Riko, mekanisme pemakzulan kepala daerah sudah jelas, segala hal yang dianggap gagal atau melanggar undang-undang dapat diajukan. Namun, mengingat Pilkada baru saja berlangsung, langkah ini sepertinya bukan solusi tepat.
Di sisi lain, seluruh janji politik bupati saat Pilkada harus dipahami sebagai program yang harus diwujudkan.
“Bupati harus mengakui ketika program itu belum terwujud. Jangan bilang iya nanti, iya nanti, kaya pacaran janji mau ketemu, tapi nyatanya enggak ketemu,” sambungnya.
Meski ada janji komitmen antara partai pengusung dan kepala daerah, Riko menekankan bahwa itu bukan berarti partai bisa mengontrol seluruh proses pemerintahan.
“Karena di dalam praktik pemerintahan itu suatu hal yang berbeda ketika dia sudah jadi kepala daerah. Dia adalah eksekutif yang berdiri atas nama Undang-Undang, bukan atas kehendak partai politik,” jelasnya. (pra)